Senin, 27 Juni 2016

Perkembangan Psikososial pada anak

Perkembangan Psikososial Pada Anak Usia Menengah
1.      Perkembangan Konsep Diri : Sistem Representasi
Sekitar usia 7 atau 8 tahun, anak mencapai tingkat perkembangan konsep diri. Pada saat ini, penilaian terhadap diri sendiri menjadi lebih penting, realistis, seimbang dan komperhensif sebagaimana anak membentuk sistem representasi secara luas, konsep diri yang inklusif yang mengintregasikan beragam aspek dari diri (Harter, 1993, 1996, 1998).

2.      Harga Diri
Menurut Erikson (1982), Faktor utama yang menentukan harga diri adalah pandangan anak-anak terhadap kapasitasnya untuk kerja produktif. Tahap keempat dari perkembangan psikososial ini difokuskan pada Industry vs Inferiority(Kerja keras lawan rendah diri). Pertengahan masa anak adalah waktu anak harus belajar nilai-nilai keterampilan di dalam kelompok sosialnya.
    Kebaikan yang mengikuti hasil keputusan yang baik pada tingkat ini adalah kompetensi, pandangan diri akan kemampuan untuk menguasai keterampilan dan menyelesaikan tugas-tugas. Jika anak merasa tidak memadai jika dibandingkan dengan sebayanya, mereka akan kembali dalam rengkuhan perlindungan keluarga. Jika sebaliknya, mereka menjadi begitu bekerja keras, mereka mungkin mengacuhkan hubungan sosial dan menjadi gila kerja.
    Orang tua sangat kuat memengaruhi keyakinan anak terhadap kempetensinya. Dalam orang tua yakin akan kompetensi anak mereka dalam matematika dan olahraga berasosiasi dengan sangat kuat dengan keyakinan anak. ( Fredricks&Eccles, 2002).

3.      Perkembangan Emosional Dan Perilaku Prososial
Begitu anak tumbuh makin besar, mereka lebih sadar terhadap apa yang dimilikinya dan perasaan individu lain. Mereka dapat mengatur atau mengontrol dengan baik emosi dan dapat merespons emosi distres pada orang lain.
Di usia 7 atau 8 tahun, anak secara khusus peka terhadap perasaan malu dan bangga, dan mereka memiliki pandangan yang jelas tentang perbedaan antara rasa bersalah dan malu. (Harris, Olthof, Meerum, Terwogt, & Hardman, 1987: Olthof, Schouten, Kuiper, Stegge, & Jennekens-Schinkel, 2000). Emosi tersebut memengaruhi pandangan mereka terhadap diri mereka sendiri(Harter, 1993, 1996).
    Di pertengahan masa anak-anak, anak mulai menyadari aturan-aturan budaya mereka, yang membuat mereka marah, takut, atau sedih dan bagaimana orang lain bereaksi dalam menampakkan emosi tersebut serta mereka belajar berlaku sesuai budayanya. Ketika orang tua merespons dengan ketidaksetujuan atau hukuman, emosi seperti kemarahan dan takut akan menjadi lebih sering terjadi dan akan merugikan penyesuain sosial anak(Fabes, Leonard, Kupanoff, & Martin, 2001). Atau, anak menjadi suka merahasiakan dan cemas akan perasaan negatif meungkin akan meningkatkan konflik orang tua-anak(Eisenberg dkk., 1999).
    Anak-anak dengan harga diri yang tinggi cenderung menjadi lebih ingin menjadi relawan untuk membantu mereka yang kurang beruntung dibandingkan mereka, dan pada gilirannya menjadi relawan membantu membangun harga diri mereka sendiri(Eisenberg, Fabes, & Murphy, 1996). Orang tua yang mengetahui perasaan distres anak-anaknya dan membantu mereka focus pada penyelesain akar masalah memupuk empati, perkembangan prososial, dan keterampilan sosial(Bryant, 1987; Eisenberg dkk., 1996).

Anak Dalam Keluarga
Anak di usia sekolah menghabiskan banyak waktu di luar rumah untuk berkunjung dan bersosialisasi dengan sebayanya daripada ketika mereka lebih muda. Mereka juga menghabiskan waktu di sekolah dan belajar serta memperkecil waktu untuk makan bersama keluarga daripada anak generasi lampau(Juster dkk., 2004). Tetap saja, rumah dan orang yang tinggal di dalamnya adalah bagian penting dari kehidupan anak. Penelitian menyatakan bahwa waktu makan keluarga berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan anak, baik langsung maupun tidak langsung.
    Untuk memahami anak dalam keluarga, kita perlu melihat lingkungan keluarga yang merupakan atmosfer dan struktur. Hal ini pada gilirannya dipengaruhi oleh apa yang terjadi di luar batas tembok rumah. Sebagaimana prediksi teori Bronfenbrenner, pengaruh lapisan terbesar-termasuk pekerjaan orang tua dan status sosial ekonomi serta tren yang bersifat sosial seperti halnya urbanisasi, perubahan jumlah anggota keluarga, perceraian dan menikah kembali membantu lingkungan keluarga dan selanjutnya, perkembangan anak.
A.    Suasana/Atmosfer Keluarga
Pengaruh paling penting dari lingkungan keluarga pada perkembangan anak berasal dari suasana dalam rumah. Salah satu factor kontribusi pada suasana keluarga adalah apakah atmosfer keluarga mendukung dan mencintai atau penuh dengan konflik.
    Faktor kontribusi lainnya pada suasana keluarga adalah bagaimana orang tua mengatasi apa yang dibutuhkan anak pada usia sekolah dan kemampuan untuk membuat keputusan mereka sendiri. Masih tentang aspek lain adalah situasi ekonomi keluarga. Bagaimana orang tua bekerja berdampak pada kesejahteraan anak? Apakah keluarga memiliki cukup uang untuk menyediakan keperluan anak?

B.     Struktur Keluarga
Struktur keluarga di Amerika Serikat telah berubah dramatis. Di awal generasi, sebagian besar anak tumbuh di keluarga dengan kedua orang tua yang menikah. Saat ini, meskipun 2 dari 3 anak-anak di bawah usia 18 tahun tinggal dengan kedua orang tua biologisnya, diadopsi, atau dengan orang tua tiri, proporsisinya turun tajam dari 77% di tahun 1980 menjadi 70% di tahun 2008. Sekitar 10% dari dua orang tua yang berkeluarga adalah keluarga yang berasal dari percerain atau menikah kembali dan sekitar 4% adalah keluarga tanpa pernikahan(Kreider&Fields, 2005).
    Ketika Orang Tua Bercerai. Amerika Serikat memiliki tingkat perceraian tertinggi di dunia. Jumlah perceraian meningkat 3 kali lipat sejak tahun 1960(Harvey&Pauwels 1999). Tapi angka percerain jumlah rata-rata stabil sekitar 3,5% dari 1000 orang(Munson&Sutton, 2004; Tejada-Vera & Sutton, 2009). Lebih dari 1 juta anak terlibat dalam perceraian setiap tahunnya(Harvey&Pauwels, 1999).
    Tinggal Dalam Keluarga Dengan Salah Satu Orang Tua. keluarga dengan orang tua merupakan akibat dari percerain atau perpisahan, keluarga yang tidak menikah atau kematian. Dengan meningkatnya angka perceraian dan pengasuhan orang tua di luar pernikahan, presentase orang tua tinggal di Amerika Serikat meningkat dua kali lipat sejak tahun 1970(U.S. Census Bureau, 2008a).
    Tinggal dengan Keluarga Tanpa Pernikahan. Keluarga tanpa pernikahan memiliki cara-cara yang sama dengan keluarga yang menikah, tapi orang tua cenderung lebih memiliki keluarga(Mather, 2010). Secara tradisional mereka cenderung kurang memiliki masalah kesehatan mental.
Tinggal dengan Keluarga Tiri. Kebanyakan orang tua yang bercerai akhirnya menikah kembali, dan banyak ibu yang tidak menikah, menikahi laki-laki yang bukan ayah biologis ank-anaknya(Amato, 2005), selanjutnya, membentuk keluarga tiri atau campuran. 15% anak di Amerika Serikat tinggal dalam keluarga campur(Kreider&Fields, 2005).
Tinggal dengan Keluarga Gay atau Lesbian. Diperkirakan sekitar 9 juta anak dan remaja di Amerika Serikat tinggal dengan orang tua setidaknya salah satunya gay atau lesbian. Beberapa gay dan lesbian membesarkan anak-anaknya yang lahir dari hubungan heteroseksual sebelumnya. Cara kehamilan yang lain yaitu menggunakan ibu pengganti atau mengadopsi anak(Pawelski dkk., 2006: Perrin and AAP Committee on Psychosocial ASpek of Child And Family Health, 2007).
Keluarga Adopsi. Adopsi ditemukan di semua budaya sepanjang sejarah. Tidak hanya untuk individu yang tidak subur, individu yang hidup sendiri, individu yang lebih tua, pasangan gay dan lesbian, serta individu yang secara biologis siap untuk memiliki anak dan siap menjadi Orang Tua adopsi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar